BON SUWUNG: Gunawan Maryanto – Dongeng yang Asing

Saya sedang didongengi. Dengan cerita yang asing bagi saya. Asing dengan keseharian saya. Asing dengan latar belakang budaya saya. Tapi meskipun begitu entah kenapa saya tetap bisa menikmatinya. Walau saya tak mengenal sama sekali nama-nama tokoh yang tersebut dalam “Bon Suwung”. Paling-paling saya hanya tahu nama Kala, Sri, Siwa, itu pun sekadar tahu tapi tak begitu kenal dan memahami kisah masing-masing tokoh tersebut.

Saya sedang didongengi. Oleh seorang paman, ayah, atau kakek yang paham betul bagaimana cara membuat keponakan, anak, atau cucunya menjadi tertarik dengan hal asing yang akan ia kisahkan. Sebagaimana anak kecil di suatu malam menjelang tidur, saya pun larut dalam tutur katanya, dalam suaranya yang berat, dalam dongengnya. Ia begitu pandai membuat saya masuk ke dalam hal baru dan asing bagi saya. Dan saya tidak risih hingga menepis atau menolaknya. Saya melangkahkan kaki dan menjulurkan kepala pelan-pelan, semakin dalam ke dalam ceritanya.

Saya sedang didongengi. Saya merasa tak mampu untuk berkomentar apa-apa.

Saya sedang didongengi. Kadang tentang sesuatu hal yang lain, jauh dari tempat saya hidup dan berada. Kadang tentang diri saya sendiri! Di cerita pertama, Jangan Bilang-Bilang Kala, saya seperti dikisahkan tentang sebuah mitos atas diri saya sendiri. Jangan Bilang-Bilang Kala bercerita tentang awal mulanya pantangan-pantangan yang sering kita dengar dari orang-orang tua, seperti misalnya ‘jangan duduk di depan pintu’. Saya tak tahu apakah itu benar atau hanya mitos. Ah, saya juga tak perlu memikirkan, saya sedang didongengi dan hanya ingin mendengarkan.

Saya sedang didongengi. Sambil berbaring, saya mendengar suara pendongeng itu semakin lama semakin berat. Tapi anehnya, saya tidak mengantuk. Saya terus mendengarkan. Bahkan sampai di akhir dongeng, saya masih mendengar suara. Suara lain, tentang dongeng yang lain.

Saya sedang dindongengi. Saya tak ingin berkomentar, atau lebih tepatnya, saya tak sanggup berkomentar. Sebab saya didongengi tentang hal yang asing. Tapi saya menikmatinya. Saya memang jarang didongengi, atau lebih tepatnya, saya tak pernah didongengi.

Saya sedang didongengi. Ini semacam masa kecil yang kurang bahagia.